Kamis, 21 Mei 2015




FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Secara umum faktor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal . kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
A.   faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
1.      Faktor fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

a.    keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
b.    keadaan fungsi jasmani atau fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar, merupakan pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga.
 2. Faktor psikologis

Faktor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.
·         Kecerdasan atau intelegensia siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.
·         Motivasi
      Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:
a.       Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b.      Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c.        Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.
d.      Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
      Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. 
·         Minat
      Secara sederhana,minat (interest) bearti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang  studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
·         Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.

·         Bakat
      Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

B. Faktor-faktor eksternal
Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
1)      Lingkungan social
a.    Lingkungan social sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b.   Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c.    Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. 
2)  Lingkungan non social.     
  Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a.       Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau kuat, atau tidak terlalu lemah atau gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b.      Faktor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c.       Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.


BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT PARA AHLI
A.    Pengertian belajar
·   Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
·   Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (1999), Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
·   Menurut Djamarah, Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
·   Cronbach (Djamarah, Syaiful Bahri, 1999)
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalamperilaku ataupun potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Cronbach di dalambukunya Educational Psychology menyatakan bahwa: ”Learning is shown by a change in behavior as a result of experience(Cronbach, 1945)”. Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Jadi menurut Cronbach, belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu peserta didik mempergunakan panca inderanya.
·   Howard L. Kingskey ( Djamarah, Syaiful Bahri, 1999)
Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
·   Geoch ( Djamarah, Syaiful Bahri , 1999)
Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan.
·   Drs. Slameto ( Djamarah, Syaiful Bahri , 1999)
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
·   Susanto (Djamarah, Syaiful Bahri, 1999)
Belajar adalah suatukegiatanyang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga.
·   Irawan ( Djamarah, Syaiful Bahri, 1999)
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
·   R. Gagne ( Djamarah, Syaiful Bahri, 1999)
Belajar adalah suatuproses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
·   Thorndike (Djiwandono, 2002)
Belajar adalah asosiasi antara kesan panca indra dengan impuls untuk bertindak.
·   J. B Watson ( Djiwandono, 2002)
Belajar adalah suatu proses dari konditioning reflect ( respons) melalui pergantian dari suatu stimulus kepada yang lain.
·   Herbart ( Swiss, 1994)
Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafalan.
·   NgalimPurwanto, 1992
Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau pengalman.
Jadi, secara umum belajar adalah proses serangkaian kegiatan untuk berusaha memperoleh pengetahuan dan dapat menimbulkan perubahan (tingkah laku, kepandaian, dan lain-lain) yang berasal dari pengalaman orang seorang yang berhubungan dengan kognitif, afektif, dan psikomotor.
B.     Pengertian  Pembelajaran
·   Dwi Erna R
Pembelajaran adalah interaksi dan proses untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan oleh pendidik dan peserta didik yang menghasilkan suatu hasil belajar.
·   Slavin
Pembelajaran di definisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
·   Woolfolk
Pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan kekal  dalam pengetahuan dan tingkah laku.
·   Corey
Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus.
·   Menurut UUNomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
 Jadi, secara umum Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap  dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seseorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun.

C.     Ciri-ciri Belajar
1)   Adanya kemampuan baru atau perubahan.  Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif);
2)   Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan;
3)   Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan;
4)   Perubahan itu tidak terjadi semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.
Tingkah laku yang dikategorikan sebagai aktivitas belajar memiliki ciriciri sebagai berikut:
1)      Perubahan tingkah laku terjadi  secara sadar. Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau merasakan adanya perubahan dalam dirinya.
2)      Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional. Perubahan yang terjadi berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan menyababkan perubahan selanjutnya yang akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.
3)      Perubahan bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan bersifat aktif berarti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha pelaku sendiri.
4)      Perubahan bersifat permanen. Apa yang didapat tidak akan hilang begitu saja, melainkanakan terus dimiliki bahkan semakin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.
5)      Perubahan dalambelajar bertujuan atau terarah. Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
D.    Strategi Pembelajaran
Strategi belajar mengajar secara umum ini meliputi :
1)      Menetapkanspesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku pelajar
2)      Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar.
3)      Norma dan kriteria keberhasilankegiatan belajar mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai garis-garis besar haluan untuk bertindak dalamrangka mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dikaitkan dengan belajar mengajar strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid dalamperwujudan kegiatanbelajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.



TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar hanya semata-mata melalui refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme, sebagai berikut:
a)      Connectionism(S-R Bond) menurut Thorndike
Hukum-hukum belajar:
§  Law of effect(hukum pengaruh)
Artinya jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan stimulus-respon akan semakin kuat, sebaliknya semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus-respon.
§  Low of readiness(hukum kesediaan/kesiapan)
Artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar(condution unit), dimana unit-unit ini membutuhkan kecenderungan yang mendorong untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
§  Law of exercise(hukum latihan)
Artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respon akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

Prinsip-prinsip belajar dari hukum belajar behaviorisme connectionism :
a.       Siswa harus mampu membuat berbagai jawaban terhadap stimulus (multi respon).
b.      Belajar dibimbing atau diarahkan ke suatu tingkatan yang penting melalui sikap siawa itu sendiri.
c.       Suatu jawaban yang sudah dipelajari dengan baik dapat digunakan juga terhadap stimulus yang lain.
d.      Jawaban-jawaban terhadap situasi-situasi baru dapat dibuat apabila siswa melihat adanya analogi dengan situasi-situasi terdahulu.
e.       Siawa dapat mereaksi secara selektif terhadap faktor-faktor yang esensial di dalam situasi(prepontent element) itu.
b)      Classical conditioning menurut Ivan Palvov
Hukum-hukum belajar:
§  Law of respondent conditioning
Yakni hukum pembiasaan yang di tuntut jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satu berfungsi sebagai reinforce), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
§  Law of respondent extinction
Yakni hukum pemusnahan, jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
c)      Operant conditioning menurut B.F Skinner
Hukum-hukum belajar:
§  Law of operant conditioning
Yakni jika timbulnya perilaku diiringi dngan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
§  Law of operant extinction
Yakni jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
d)     Social learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial(social learning) adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru jika dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan pengaruh behaviorisme lainnya, Bandura memandang perilaku tidak semata-mata refleks otomatis atau stimulus(S-R Bond) melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar menurut teori ini, bahwa yang di pelajari individu terutama dalam belajar social dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku. Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Hamalik, oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara


TEORI BELAJAR HUMANISTIK

Selain teori belajar behavioristik dan toeri kognitif, teori belajar humanistik juga penting untik dipahami. Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan sisi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada penertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakanasmilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si pelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam strujtur konitif yang telah dimilikinya. Teori humanstik berpendapat bahwa belajar apapu dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Pemahamanan terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat elektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya. Dalam arti ini elektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannya tercapai, yatu memanusiakan manusia.
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli di dalam menyusun teorinya hanya terpaku pada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Dengan pertimbangan-pertimbangantertentu setiap ahli melakukan penelitiannya dari sudut pandangnya masing-masing dan menganggap bahwa keterangannya tentang bagaimana manusia itu belajar adalah sebagai keterangan yang paling memadai. Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar sesuai dengan pandangan masong-masing.
Dari penalaran di atas ternyata bahwa perbedaan antara pandangan yang satu dengan pandangan yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan semata, atau kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi. Jadi keterangan atau pandangan yang berbeda-beda itu hanyalah keterangan mengenai hal yang satu dan sama dipandang dari sudut yang berlainan. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannyadengan pandangannya elektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.
Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Kolb yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”nya, honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam-macam siswa, Hubemas dengan “Tiga macam tipe belajar”nya, serta Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom”nya.
1.      Pandangan Kolb terhadap Belajar
Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu :
a.                          Tahap pengalaman kongkret
Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritrakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.
b.             Tahap pengalaman aktif dan reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktifterhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap ke dua dalam proses belajar.
c.              Tahap konseptualisasi
Tahap ke tiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.

d.             Tahap eksperimentasi aktif
Tahap terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai sebelumnya.
Tahap-tahap belajar demikian dilakukan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang belajar. Secara teoritis tahap-tahap belajar tersebut memang dapat dipisahkan, namun dalam kenyataannya proses peralihan dari suatu tahap ke tahap belajar di atasnya sering kali terjadi begitu saja sulit untuk ditentukan kapan terjadinya.
2.      Pandangan Honey Dan Mumford Terhadap Belajar
Tokoh teori humanistik lainnya adalah Honey dan Mumford. Pandangannya tentang belajar diilhami oleh pandangan kolb mengenai tahap-tahap di atas. Honey dan Mumford menggolong-golongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan reflektor, kelompok teoritis dan golongan pragmatis. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lainnya. Karakteristik tang dimaksud adalah :
a.       Kelompok aktivis
Orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah diajak berdialog, memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan mudah percaya pada orang lain. Namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untukmelibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sfatnya penemuan-penemuanbaru, seperti pemikiran baru, pengalaman barru dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem solving, barin storming. Namun mereka akan cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b.             Kelompok reflektor
Mereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam dalam melakukan suatu tindakan, orang-orang tipe rflektor sangant berhati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang orang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
c.              Kelompok teoritis
Lain halnya dengan orang-orang tipe teoritis, merreka memiliki kecenderugan yang sangat keritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis da tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
d.             Kelompok pragmatis
Berbeda dengan orang-orang tipe prangmatis, mereka memiliki sifat-sifat praktis, tda suka berpanjang lebardengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan. Teori, konsep, dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka teori, konsep, dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya. Bagi mereka, sesuatu lebih baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3.      Pandangan Bloom Dan Krathwohl Terhadap Belajar
Selain tokoh-tokoh di atas, Bloom dan Krathwohl juga termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutanTaksonomi Bloom. Melalui taksonomi Bloom inilah telah brhasil memberikan ispirasi kepada banyak pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun peraktek pembelajaran. Pada tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini pula para praktisi pendidikan dapat merancang program-program pembelajarannya. Setidaknya di Indonesia, taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling populer di lingkungan pendidikan. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah sebagai berikut :
Domain koognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu :
1.       Pengetahuan (mengingat, menghafal)
2.       Pemahaman (menginterprestasikan)
3.       Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
4.       Analisis (menjabarkan suatu konsep)
5.         Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep   utuh
6.       Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb.
Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1.       Peniruan (menirukan gerak)
2.       Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
3.       Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
4.       Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
5.       Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar
Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1.      Pengalaman (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
2.      Merespon (aktif berprtisipasi)
3.      Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
4.      Pengorganisasan (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
5.      Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
Aplikasi Teori Belajar Humanistik Dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan daam konteks yang lebih praktis. Teori ini diangagap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar menterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih kongkret dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Semua komponen pendidikan temasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasi dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan dalam konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ni amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagai mana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang dapat diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk siswa, mungkin saja berguna bagi guru tetapi tidak berarti bagi siswa (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agr belajar bermakna bagi siswa, diperlukan insiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada pedman baku tantang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digumakan sebagi acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagi berikut :
  1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
  2. Menentukan materi pembelajaran.
  3. Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior) siswa.
  4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
  5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
  6. Membimbing siswa belajar secara aktif.
  7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
  8. Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
  9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
  10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.


TEORI BELAJAR KOGNITIF
Teori belajar kognitif berpijak pada tiga hal:
a)      Perantara sentral(central intermdiaries)
Proses-proses pusat otak (central brain), misalnya ingatan atau ekspetasi merupakan integrator tingkah laku yang bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang tampak(diamati).
b)      Struktur kognitif
Bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita mengetahui dimana adanya, yang mengetahui alternate routes illustratis cognitive structure. Variabel tingkah laku nonhabitual adalah struktur kognitif sebagai bagian apa yang dipelajari.
c)      Pemahaman dalam pemecahan masalah
Pemecahan suatu masalah ialah dengan cara menyajikan pengalaman lampau dalam bentuk struktur yang mendasari terjadinya insight(pemahaman) dimana adanya pengertian mengenai hubungan-hubungan esensial. Prefensi yang digunakan adalah the contemporary structuring of the problem.
Prinsip-prinsip belajar kognitif:
a.       Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting. Suatu masalah belajar yang terstruktur dan disajikan upaya gambaran. Gambaran yang esensial terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
b.      Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu yang mendasar bagi guru atau perencana. Susunannya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah organisasi, dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung pada tingkat perkembangan siswa.
c.       Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen(tetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rote learning atau belajar dengan formula. Berbeda dengan teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan dalam belajar dan mengingat(retention).
d.      Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalan belajar. Siswa menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konskuensi dari apa yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan (reinforcement) pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titk beratnya pada pengujian hipotesis melalui umpan balik.
e.       Penempatan tujuan (goal-setting) penting sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang menentukan cara yang menetapkan tujuan untuk waktu yang akan datang.
f.       Berpikir devergen menuju ditemukannya pemecahan masalah atau keterciptanya produk yang bernilai damn menyenangkan. Berbeda dengan berpikir konvergen yang menuju ke mendapatkan jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berpikir devergen menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseorang yang orisinal agar supaya dapat mengamati dirinya sebagai kreatif potensial.

Tokoh-tokoh dari teori belajar kognitif:
1.      Teori Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap :
a)      Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
b)      Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya simbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c)      Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
d)     Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut.  Sebaliknya, akomodasi terjadi  jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi atau di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
2.      Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu: enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan indrawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek, melakukan pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran. Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata. Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discovery learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai berikut:
a)      Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
b)      Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
c)      Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
d)     Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah informatif.
e)      Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
3.      Teori Belajar Bermakna Ausubel
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar yaitu Belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan atau memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Hamalik, oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

  
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
Pinsip belajar menurut teori belajar konstruktivisme yaitu pengetahuan baru di konstruksi semdiri oleh peserta didik secra aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa tiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah diterimanya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-masing. Dalam teori belajar konstruktivisme guru hanya sebagai fasititas atau pencipta kondisi belajar yang memumgkinkan peserta didik secara aktif mencari sendiri informasi, mengasimilasi, dan mengadaptasi sendiri informasi, dam mengkonstruksinya menjadi pengetahuan yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki masing-masing.
Berikut peranan guru dan peserta didik dalam teori belajar konstruktivisme:
a.    Peranan guru
1)      Mendorong peserta didik agar masalah atau pokok pikiran yang di kemukakannya sejelas mungkin agar teman sekelasnya dapat turut serta menganalis dan menjawabnya.
2)      Merancang skenario pembelajaran agar peserta didik merasa bertanggung jawab sendiri dalam kegiatan belajarnya.
3)      Membantu peserta didik dalam penyelesaian suatu masalah atau pokok pikiran apabila mereka mengalami jalan buntu.
4)      Mendorong peserta didik agar mampu mengemukakan atau menemukan masalah atau pokok pikiran untuk diselesaikan dalam proses pembelajaran di kelas.
5)      Mendorong peserta didik untuk belajar secara kooperatif dalam menyelesaikan suatu masalah atau pokok pikiran yang berkembang di kelas.
6)      Mendorong peserta didik agar secara aktif mengerjakan tugas-tugas yang menuntut proses analisis, sintesis, dan simpulan penyelesaian.
7)      Mengevaluasi hasil belajar peserta didik, baik dalam bentuk penilaian proses maupun dalam proses penilaian produk.
b.   Peranan peserta didik
1)      Berinisiatif mengemukakan masalah dan pokok pikiran , kemudian menganalisis dan menjawabnya sendiri.
2)      Bertanggung jawab sendiri terhadap kegiatan belajarnya atau penyelesaian suatu masalah.
3)      Secara aktif bersama dengan teman sekelasnya mendiskusikan penyelesaian masalah atau pokok pikiran yang mereka munculkan dan apabila dirasa perlu dapat menayakan kepada guru.
4)      Atas inisiatif sendiri, dan mandiri berupaya memperoleh pemahaman yang mendalam (deep understanding) terhadap suatu topik.
5)      Secara langsung belajar saling mengukuhkan pemikiran diantara mereka, sehingga jiwa sosial mereka menjadi saling dikembangkan.
6)      Secara aktif mengajukan dan menggunakan berbagai hipotesis(kemungkinan jawaban) dalam memecahkan suatu masalah.
7)      Secara aktif menggunakan berbagai data atau informasi pendukung dalam penyelesaian suatu masalah atau pokok pikiran yang dimunculkan oleh teman sekelas.

Menurut para ahli:
1.      Tasker (1992:30)
Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme, yaitu:
a.       Peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
b.      Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dan pengkonstruksian secara bermakna.
c.       Mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
2.      Wheatley (1991:12)
Prinsip pembelajaran dengan teori belajar konstruktivime:
a.       Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif peserta didik.
b.      Fungsi kognitif bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Secara umum, melalui pembelajaran konstruktivisme, peserta didik diharapkan dapat tumbuh kembang menjadi individu yang penuh kepercayaan diri yang mempunyai sifat-sifat antara lain:
a.       Bersifat terbuka dalam menerima semua pengalaman dan mengembangkannya menjadi persepsi atau pengetahuan yang baru dan selalu di perbaharui.
b.      Percaya diri sehingga dapat berperilaku secara tepat dalam menghadapi segala sesuatu.
c.       Berperasaan bebas tanpa merasa terpaksa dalam melakukan segala sesuatu tanpa mengharapkan atau tergantung pada bantuan orang lain.
d.      Kreatif dalam mencari pemecahan masalah atau dalam melakukan tugas yang dihadapinya.

Kelebihan dan Kekurangan teori belajar Konstruktivisme:
A)    Kelebihan
·   Teori ini dalam proses berfikir membina pengetahuan baru, membantu siswa untuk mencari ide, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.
·   Teori ini dalam proses pemahamannya peserta didik terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru.
·   Proses pengingatan peserta didik terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan mengingat lebih lama semua konsep.
·   Kemahiran sosial siswa dapat dengan mudah berinteraksi dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan baru.
B)    Kekurangan
·   Peserta didik membuat pengetahuan dengan ide mereka masing-masing oleh karena itu pendapat peserta didik berbeda dengan pendapat para ahli.
·   Teori ini menanamkan agar peserta didik membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama apalagi untuk peserta didik yang malas.
·   Kondisi  di setiap sekolahpun mempengaruhi keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan yang baru.


Hamalik, oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara













0 komentar :

Posting Komentar