Minggu, 25 Oktober 2015

KERAJAAN-KERAJAAN KUNO DI BURMA SEBELUM KEDATANGAN INGGRIS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Tenggara I
Dosen Pengampuh Drs. Soemarjono, M.Si

Kelompok 3 (Kelas A) :

Ike Yuliana (140210302055)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Kerajaan-Kerajaan Kuno di Burma Sebelum Kedatangan Inggris” dengan tepat waktu. Yang mana penulisan makalah ini kami gunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara I.
Terima kasih kami sampaikan kepada Drs. Soemarjono, M.Si., selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Asia Tenggara I. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga kami selaku penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang nantinya akan kami gunakan sebagai perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.





DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
KATA PENGANTAR..................................................................................... 2
DAFTAR ISI…............................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................... 4
1.2  Rumusan Masalah.......................................................................... 4
1.3 Tujuan............................................................................................. 5

BABII PEMBAHASAN
2.1 Periode Awal Pembentukan Kekuasaan Kerajaan-kerajaan di Burma sampai Tahun 1077...........................................................................6
2.2 Periode Supremasi Budaya Bangsa Mon sampai Tahun 1113........14
2.3 Periode Peralihan sampai Tahun 1174 (Masa Transisi Otonomi Budaya Burma)................................................................................18
2.4 Periode Kemurnian Bangsa Burma sampai Tahun 1287................ 21
2.5 Periode Zaman Modern sekitar tahun 1300-1600.......................... 28
2.6. Burma pada Zaman Pengaruh Islam...............................................35
BAB IIISIMPULAN....................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 37




BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Myanmar (Burma) merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara. Luas wilayahnya terbentang sekitar 676.578 km². Letak astronomis negara Myanmar 10° 30’ LU - 27° 30’ LU dan 93° BT - 111° 30’ BT. Sedangkan letak geografis negara Burma disebelah utara berbatasan dengan Negara Republik Rakyat Cina (RRC), sebelah selatan berbatasan dengan Laut Andaman, sebelah timur berbatasan dengan Negara Cina, Laos, dan Thailand, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Negara India, Teluk Benggala, dan Samudera Hindia.
Myanmar merupakan wilayah bekas jajahan Inggris yang memperoleh kemerdekaan penuh pada tanggal 4 Januari 1948 dengan nama resmi Republik Burma. Setelah menjalani berbagai kudeta, nama resmi Republik Burma berubah menjadi Republik Sosialis Uni Myanmar pada tahun 1989. Bentuk pemerintahan negara Myanmar pada awalnya adalah kerajaan, hingga pada akhirnya sampai sekarang dapat berubah menjadi republik dengan kepala negara dan kepala pemerintahannya dijabat oleh Presiden. Ibu kotanya terletak di Yangon (Rangoon).
Dalam pembahasan kali ini akan dibahas tentang periode-periode awal mula berdirinya negara Myanmar (Burma) dari sampai kurun waktu tahun 1300-1600.
1.2  Rumussan Masalah
1.      Bagaimana periode awal pembentukan kekuasaan kerajaan-kerajaan di Burma sampai tahun 1077?
2.      Bagaimana periode supremasi budaya bangsa Mon?
3.      Bagaimana periode pada masa transisi otonomi budaya Burma sampai tahun 1174?
4.      Bagaimanakah periode kemurnian bangsa Burma sampai tahun 1287?
5.      Bagaimanakah periode zaman modern sekitar tahun 1300-1600 di wilayah Burma?
6.      Bagaiman Burma pada Zaman Pengaruh Islam ?

1.3  Tujuan
1.      Untuk menjelaskan periode awal pembentukan kekuasaan kerajaan-kerajaan di Burma sampai tahun 1077.
2.      Untuk menjelaskan periode supremasi budaya bangsa Mon sampai tahun 1113.
3.      Untuk menjelaskan periode pada masa transisi otonomi budaya Burma sampai tahun 1174.
4.      Untuk menjelaskan periode kemurnian bangsa Burma sampai tahun 1287.
5.      Untuk menjelaskanperiode zaman modern sekitar tahun 1300-1600 di wilayah Burma.
6.      Untuk mengetahui bagaiman bangsa Burma pada Zaman Pengaruh Islam.


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Periodde Awal Pembentukan Kekuasaan Kerajaan-kerajaan di Burma sampai Tahun 1077
2.1.1. Periondisasi sejarah Burma
1.      Periode sampai tahun 1077, ini merupakan awal mula pembentukan kekuasaan kerajaan- kerajaan (terutama suku- suku Burma).
2.      Periode sampai tahun 1113, adalah periode supremasi budaya bangsa Mon.[1]
3.      Periode sampai tahun 1174, merupakan transisi budaya Burma (membentuk kebudayaan yang ada  di Burma menjadi kebudayaan Nasional).
4.      Periode sampai tahun 1287, merupakan periode kemurnian bangsa Burma.
5.      Zaman modern, Burma membentuk negara Nasional.

2.1.2. Penduduk dan Kebudayaan Burma
Sejarah awal bangsa Burma modern didominasi oleh keturunan suku bangsa Pyu dan suku bangsa Tibeto (suku tertua) dalam perkembangan berikutnya juga bergabung dengan suku bangsa Pyu (M.C. Ricklefs dkk, 2013: 17). Menurut De Casparis, orang Burma berasal dari Tibet yang bermigrasi dan berasimilasi dengan suku bangsa setempat dan kemudian mengusai Burma hingga Zaman modern. Secara kultural, kerajaan tertua Burma disebut kerajaan Pyu dan Mon.
2.1.3. Sumber sejarah Burma
Sumber China abad IV menggambarkan adanya dua suku yang bertolak belakang, yaitu suku bangsa P’u (sering membuat kekacauan) serta suku bangsa P’iao (beradap) yang mirip seperti masyarakat Pyu yang disebut sebagai penduduk asli (awal) Burma.
Sumber sejarah tertua tentang Burma berkaitan dengan adanya perdagangan kuna melalui jalur darat antara China dan India serta China dengan dunia barat. Pengaruh India ke Burma berupa agama, kesusastraan, susunan kasta dan pembakaran jenazah, serta seni budaya dari kitab suci agama Budha.
Selain jalur darat, pengaruh India ke Burma yaitu melalui jalur laut. Diantaranya  melalui pantai Burma pada masa kerajaan Pre Pagan.
2.1.4. Kerajaan- Kerajaan Kuna di Burma
Pembagian karajaan kerajaan yang pernah ada di Burma tahun 107 – 1885.Kerajaan – kerajaan besar beserta pendirinya yang pernah memerintah di Burma :
  1. Bagan ( Pagan ) Dynasty ( 107-1287 AD ) : Terletak di atas Myanmar.
  2. Dinasti Pinya (1309-1360) : Terletak di pusat Myanmar.
  3. Dinasti Sagaing (1315-1364) : Terletak di atas Myanmar Sagaing.
  4. Dinasti TaungNgoo ( 1486 - ? ) : Terletak di pusat Myanmar.
  5. Dinasti Innwa (1364-1555) : Terletak di pusat Myanmar.
  6. Bago / Hantharwaddy Dinasti : Terletak di Myanmar lebih rendah di Bago.
  7. Kone Dinasti Baung (1752-1885) : Shwaybo Palace : dibangun oleh Raja Ahlaung Pharar.
  8. Kone Baung Dynasty, Amarapura Palace: dibangun oleh Raja Bodaw Pharar.
  9. Kone Baung Dynasty, Mandalay Palace: dibangun oleh Raja Mindon.
Berikut ini akan dijelaskan dari masing-masing kerajaan yang mengawali pembentukan negara Burma, yaitu sebagai berikut:
A.    Dinasti Pagan (849-1297).
Artikel utama: Pagan Raya Pagan awal.
Artikel utama: Kerajaan Pagan Dini, Kerajaan Pagan di pimpin Anawrahta tahun 1044.

Pada pertengahan ke-8 dan akhir abad ke-9, Pagan didirikan sebagai pemukiman terbenteng di sepanjang lokasi yang strategis di dekat Irrawaddy tepatnya di daerah pertemuan Sungai Irrawaddy dan sungai utamanya Chindwin tersebut. Ini mungkin telah dirancang untuk membantu Nanzhao menenangkan sisi negara sekitarnya. Selama dua ratus tahun ke depan, kerajaan kecil secara bertahap tumbuh dengan menyertakan daerah langsung sekitarnya.  Sekitar 200 mil dari utara ke selatan dan 80 kilometer dari timur ke barat dengan Anawrahta sebagai pemimpinnya pada tahun 1044.
Selama 30 tahun ke depan, Anawrahta mendirikan Kekaisaran Pagan, pemersatu untuk pertama kalinya daerah yang kemudian akan menjadi Burma modern. Penerus Anawrahta akhir abad ke-12 telah memperluas pengaruh mereka lebih jauh ke selatan ke Semenanjung Malaya atas, setidaknya ke sungai Salween di timur, di bawah perbatasan China  jauh ke utara, dan ke barat, Arakan utara dan Chin Hills. Pada awal abad ke-12, Pagan telah muncul sebagai kekuatan utama bersama Kekaisaran Khmer di Asia Tenggara, diakui oleh Dinasti Song Cina, dan dinasti Chola India. Pada abad pertengahan ke-13, sebagian besar daratan Asia Tenggara berada di bawah  kekuasaan Kaisar Pagan.
Anawrahta juga menerapkan serangkaian reformasi sosial, agama dan ekonomi utama yang akan memiliki dampak pada sejarah Burma. Reformasi sosial dan agamanya kemudian berkembang menjadi budaya modern Burma. Perkembangan yang paling penting adalah pengenalan Buddhisme (ajaran Budha) Theravada ke Burma setelah penaklukan Pagan dari Thaton Raya pada tahun 1057. Didukung oleh patronase kerajaan, sekolah ajaran Budha secara bertahap menyebar ke tingkat desa dalam tiga abad berikutnya meskipun Tantra, Mahayana, Brahmana, dan animisme tetap sangat membudaya di strata sosial.
Bahasa Burma dan budaya secara bertahap menjadi dominan di atas lembah Irrawaddy, Pyu, Mon dan Pali pada akhir abad ke-12. Pada saat itu, pimpinan Burman tidak perlu dipertanyakan lagi. Pyu sebagian besar telah diasumsikan etnis teratas di Burma.
Kerajaan mengalami penurunan pada abad ke-13. Sebagai pertumbuhan yang berkesinambungan dari agama bebas pajak, dua pertiga dari tanah yang bisa diolah Burma itu telah teralienasi dengan kemampuan kepemimpinannya, agama terpengaruh untuk mempertahankan pemerintahan dan militer. Hal ini menyebabkan masalah  internal dan tantangan eksternal oleh Mon, Mongol dan Shan. Dimulai pada awal abad ke-13, Shan mulai mengepung Kekaisaran Pagan dari utara dan timur. Mongol, yang telah menaklukkan Yunnan, mantan tanah air dari Birma tahun 1253, mulai menginvasi Burma pada tahun 1277, dan tahun 1287 Pagan runtuh, kerajaan pagan mengakhiri kekuasaannya selama 250 - tahun dari lembah Irrawaddy dan periferal. Aturan Pagan, Burma pusat berakhir sepuluh tahun kemudian pada tahun 1297 ketika digulingkan oleh Myinsaing.
Setelah jatuhnya Pagan, bangsa Mongol meninggalkan lembah Irrawaddy. Kerajaan Pagan itu diperbaiki lagi dipecah menjadi beberapa kerajaan kecil. Pada pertengahan abad ke-14, negara dibagi menjadi empat pusat kekuatan utama: Burma, Lower Burma, Shan Serikat dan Arakan. Banyak pusat-pusat kekuasaan sendiri terdiri dari kerajaan kecil. Era ini ditandai oleh serangkaian perang dan beralih aliansi. Kerajaan kecil memainkan permainan genting membayar kesetiaan kepada negara-negara yang lebih kuat, kadang-kadang secara bersamaan.
B.     Ava (1364-1555).
Artikel utama: Ava Raya.

Didirikan pada tahun 1364, Ava ( Inwa ). Ava pernah muncul sebelumnya pada abad ke 14 sebagai penerus negara Pagan dan sekarang menjadi tempat pelarian cabang dinasti Toungoo yang sudah runtuh (M.C. Ricklefs dkk, 2013: 141-142). Kerajaan ini tergabung dari kerajaan Toungoo (1287-1322), Myinsaing - Pinya (1297-1364), dan Sagaing (1315-1364). Dalam tahun pertama keberadaannya, Ava, yang melihat dirinya sebagai penerus sah ke Kekaisaran Pagan, mencoba untuk memasang kembali bekas kerajaan. Sementara itu Ava telah mampu menarik Toungoo dan Negara  Shan( Kale, Mohnyin, Mogaung, Thibaw (Hsipaw)  ke puncak kekuatannya, gagal merebut kembali sisanya. Perang Empat Puluh Tahun (1385-1424) dengan Hanthawaddy kini Ava mengalami kelelahan, dan kekuatannya menjadi terhenti. Raja secara teratur menghadapi pemberontakan di daerah bawahan, tetapi mampu menempatkan mereka turun sampai sekitar tahun 1480 tersebut. Di akhir abad 15, Prome dan Shan menyatakan berhasil memisahkan diri, dan pada awal abad ke-16, Ava sendiri berada di bawah serangan dari mantan pengikutnya. Pada 1510, Toungoo juga memisahkan diri. Pada 1527, Konfederasi Serikat Shan dipimpin oleh Mohnyin ditangkap Ava. Aturan Konfederasi dari Burma, meskipun berlangsung sampai 1555, diwarnai oleh pertempuran internal antara Mohnyin dan rumah Thibaw. Kerajaan digulingkan oleh pasukan Toungoo tahun 1555.
C.     Bahasa Burma dan budaya datang sendiri selama periode Ava.
Hanthawaddy Pegu (1287-1539 , 1550-1552 ).
Artikel utama: Hanthawaddy Raya.

            Kerajaan Mon didirikan sebagai Ramannadesa, tepat setelah runtuhnya Pagan 1287. Pada awalnya, kerajaan Burma bawah berbasis pusat kekuatan regional di Martaban (Mottama), Pegu (Bago) dan Irrawaddy. Kekuatan pemerintahan Razadarit (1384-1422) ditopang keberadaan kerajaan. Razadarit tegas menyatukan tiga wilayah Mon bersama-sama, dan berhasil menahan Ava dalam Perang Empat Puluh Tahun (1385-1424). Setelah perang, Hanthawaddy memasuki usia emas sedangkan perusahaan Ava secara bertahap mengalami kemunduran. Sekitar tahun 1420-1530, Hanthawaddy adalah kerajaan yang paling kuat dan makmur dari semua kerajaan setelah Pagan. Ia raja utama berbakat, kerajaan menikmati zaman keemasan panjang, keuntungan dari perdagangan asing. Kerajaan, dengan bahasa Mon berkembang dan budaya, menjadi pusat perdagangan dan Theravada. Meskipun demikian, karena kurangnya pengalaman penguasa terakhir, kerajaan yang kuat ditaklukkan oleh kerajaan pemula dari Toungoo pada tahun 1539. Kerajaan kembali muncul sebentar antara 1550 dan 1552. Tapi itu dikendalikan hanya Pegu dan hancur oleh Bayinnaung tahun 1552.
D.    Arakan (1287-1785).
Artikel utama: Sejarah Rakhine.

Meskipun Arakan telah merdeka sejak periode Pagan, dinasti Arakan tidak efektif. Sampai berdirinya Mrauk - U Raya tahun 1429, Arakan sering terjebak di antara tetangga yang lebih besar, dan menjadi  medan perang selama Perang Empat Puluh Tahun antara Ava dan Pegu. Mrauk -U kemudian menjadi kerajaan yang kuat dalam dirinya sendiri antara 15 dan 17 abad, termasuk Bengal timur antara 1459 dan 1666. Arakan adalah satu-satunya kerajaan pasca - Pagan yang tidak di jajah oleh dinasti Toungoo.
E.     Dinasti Toungoo (1510-1752).
Artikel utama: Dinasti Toungoo Pertama Toungoo Empire (1510-1599) Kekaisaran Bayinnaung di 1580.

Mulai tahun 1480s ini , Ava menghadapi pemberontakan internal yang konstan dan serangan eksternal dari Amerika Shan, dan mulai hancur. Pada 1510, Toungoo, terletak di sudut tenggara terpencil Ava kerajaan, juga menyatakan kemerdekaan. Ketika Konfederasi Serikat Shan menaklukkan Ava tahun 1527, banyak Birma melarikan diri ke tenggara Toungoo, satu-satunya kerajaan yang tersisa di bawah kekuasaan Burman, dan satu dikelilingi oleh kerajaan bermusuhan lebih besar.
Toungoo, dipimpin oleh ambisius raja Tabinshwehti dan wakilnya Jenderal Bayinnaung, akan pergi untuk menyatukan kembali kerajaan kecil yang telah ada sejak jatuhnya Kekaisaran Pagan, dan menemukan kekaisaran terbesar dalam sejarah Asia Tenggara. Pertama, kerajaan pemula mengalahkan Hanthawaddy lebih kuat dalam Perang Toungoo - Hanthawaddy ( 1535-1541 ). Tabinshwehti memindahkan ibukota ke yang baru ditangkap Pegu pada tahun 1539. Toungoo memperluas kewenangannya sampai Pagan pada 1544 namun gagal menaklukkan Arakan di 1546-1547 dan Siam pada 1548. Tabinshwehti penerus Bayinnaung melanjutkan kebijakan ekspansi, menaklukkan Ava tahun 1555, dekat Shan negara (1557), Lan Na (1558), Manipur (1560), negara Salween Shan (1562-1563), Siam (1564, 1569), dan Lan Xang (1574), dan membawa banyak barat dan tengah daratan Asia Tenggara di bawah pemerintahannya.
Bayinnaung menempatkan sebuah sistem administrasi abadi yang mengurangi kekuatan kepala Shan turun-temurun, dan membawa Shan adat sejalan dengan norma - dataran rendah. Tapi dia tidak bisa meniru sistem administrasi yang efektif mana-mana di kerajaan jauh melemparkan. Kerajaannya adalah koleksi longgar kerajaan berdaulat mantan, yang raja yang setia kepadanya sebagai Cakkavatti, bukan kerajaan Toungoo.
Kekaisaran berlebihan terurai setelah kematian Bayinnaung pada 1581. Siam memisahkan diri pada 1584 dan pergi berperang dengan Burma sampai 1605. Pada 1593, kerajaan telah kehilangan harta di Siam, Lang Xang dan Manipur. Pada 1597, semua wilayah internal termasuk kota Toungoo, rumah mantan dinasti, memberontak. Pada 1599, pasukan Arakan dibantu oleh tentara bayaran Portugis, dan aliansi dengan pasukan pemberontak Toungoo, dipecat Pegu. Negara ini jatuh ke dalam kekacauan, dengan masing-masing daerah mengklaim raja. Portugis tentara bayaran Filipe de Brito e Nicote segera memberontak terhadap Arakan master, dan mendirikan kekuasaan Portugis Goa yang didukung di Thanlyin pada tahun 1603.
F.      Dinasti Konbaung (1752-1885).
Artikel utama: Dinasti Konbaungpenyatuan kembali.
Artikel utama: Perang Konbaung – Hanthawaddy.
Segera setelah jatuhnya Ava, sebuah dinasti baru naik di Shwebo untuk menantang otoritas Hanthawaddy. Selama 70 tahun ke depan, dinasti Konbaung sangat militeristik melanjutkan untuk menciptakan kerajaan terbesar Burma, kedua kerajaan Bayinnaung. Oleh 1759, pasukan Konbaung Raja Alaungpaya telah bersatu kembali seluruh Burma (dan Manipur), padam dinasti Hanthawaddy Mon dipimpin sekali dan untuk semua, dan diusir kekuatan Eropa yang memberikan senjata ke Hanthawaddy - Perancis dari Thanlyin dan Inggris dari Negrais.
2.2 Periode Supremasi Budaya Bangsa Mon sampai Tahun 1113
Pada periode supremasi budaya bangsa Mon ini merupakan peneranpan bagaimana kebudayaan bangsa Mon itu dapat unggul dalam sejarah Bangsa Burma. Pada awalnya Orang-orang Mon dipercayai menjadi kumpulan terawal untuk pindah ke Lembah Ayeyarwadi dan pada pertengahan tahun 900 SM telah menguasai selatan Myanmar. Orang Mon ini menjadi orang Asia Tenggara pertama menganut agama Buddha Theravada.
Pada masa raja Anawratha (1044-1077) untuk pertama kalinya Myanmar dapat dipersatukan. Pada waktu itu agama Budha Hinayana dijadikan agama resmi. Arakan dan Mon dapat ditaklukan.Penaklukan ini menyebabkan persaingan antara bangsa Myanmar dengan bangsa Mon berlangsung berkepanjangan. Walaupun bangsa mon dapat dikalahkan, namun adalah bidang kebudayaan bangsa Myanmar banyak dipengaruhi bangsa Mon. Istana Pagan mengambil aspek budaya Mon. Lahasa Pali dijadikan bahasa agama dan tulisan Mon digunakan untuk menuliskan bahasa Myanmar. Agama Budha Mahayana yang semula berkembang dari Konyeceram (India Selatan) dan bercorak Mahayana tergeser oleh agama budha Hinayana yang menyebar dari Ceylon, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Budha Treravada. Bangsa Mon memberontak pada tahun 1084 pada masa pemerintahan raja Sawlu (1077-1084). Kerajaan Pagan dapat diselamatkan oleh Kyanzittha (1084-1112).
Pada saat masa periode pemerintahan raja Alaungsithu dari kerajaan Pagan menunjukkan masa ketenangan, tidak ada pemberontakkan ini juga di sebut sebagai masa damai dan menjadi periode supremasi budaya bangsa Mon. Adapun faktor-faktor yang mendukung timbulnya masa damai itu antara lain karenan Alaungsithu mampu mengontrol daerah wilayah kekuasaannya, disamping itu Ia juga memperhatikan sosial budaua bangsa Mon, dan berkat usahanya mengadakan hubungan persahabatan dengan Cina .
Tetapi saat masa kekacauan antara tahun 1167 dan 1173 rupanya merupakan garis pemisah dalam sejarah Pagan dimana dari kurun waktu bahasa Mon menjadi bahasa utama pada prasasti-prasasti, tiba-tiba kita memasuki kurun waktu bahasa Mon sebagai suatu expresi sastrere sama sekali sudah lenyap.
2.3  Periode Peralihan sampai Tahun 1174 (Masa Transisi Otonomi Budaya Burma)
Secara historis, cikal bakal bangsa Burma modern didominasi oleh keturunan suku bangsa Pyu. Suku tertua yang mendiami wilayah Burma adalah suku bangsa Tibeto yang dalam perkembangannya bercampur dengan suku bangsa Pyu di Burma Utara. Adapun wilayah yang dikuasai bangsa Pyu meliputi daerah antara Halin dan Prome berpusat di Srisetra (ibukota kerajaan Burma). Menurut De Casparisriwayat orang-orang Burma, berasaldari Tibet yang bermigrasi keselatan berasimilasi dengan suku bangsa setempat kemudian pada abad XI berhasil menguasai Burma hingga zaman modern. Secara kultural Burma lebih banyak dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa Mon. Oleh karena itu, pada periode awal kerajaan tertua di Burma disebut-sebut sebagai kerajaannya suku bangsa Pyu dan Mon. Kerajaan kedua suku bangsa inilah yang dalam sejarah Burma lazim disebut sebagai periode Pre Pagan.
Dalam sumber-sumber China dari abad IV, telah menggambarkan anak- anak dan suku-suku liar yang sering membuat kekacauan dari barat daya Yung-Ch’ang. Terutama suku bangsa “P’u” yang bertato, bersenjata panah, kanibal, dan tanpa busana. Dikemukakan pula, bahwa selain dari mereka, kira-kira 3000 mil barat daya Yung-Ch’angter dapat masyarakat beradab, yaitu suku bangsa “P’iao”. Suku bangsa yang mirip seperti masyarakat Pyuini disebut-sebut sebagai penduduk asli (paling awal) di Burma. Dua orang penyair China, yaitu Hsuan-tsang dan I-tsing menyebutkan, bahwa pada abad VII masyarakat ini menempati daerah antara Hanin di Distrik Shwibo dengan Prome sebagai pusat di Srikshetra.
Sumber sejarah tertua tentang Burma, berkaitan erat dengan adanya rute perdagangan kuna melalui jalur darat yang menghubungkan antara China dengan India dan China dengan dunia barat melintasi daerah Burma Utara (jalansutera). Jalur lalu lintas darat ini digunakan sejak tahun 128 sesudah masehi. Ketika Chang Ch’ienmenemukan komuditi perdagangan berupahasil bumi di Bactria. Pengaruh India ke Burma ini berupa agama, kesusastraan, susunan kasta atau struktur pemerintahan, dan pembakaran jenazah.
Pengaruh India ke Burma juga terlihat pada seni budaya atau fragmen-fragmen yang diambil dari kitab suci agama Buddha yang berbahasa Pali. Secara historis tentang masuknya pengaruh kebudayaan India ke Burma selatan ini baru diketahui sejak diketemukannya fragmen-fragmen buku suci agama Buddha yang berbahasa Pali di Hmawza di Srikestra atau di Prome sekitar tahun 500 masehi. Kebudayaan dan bahasa Paliini sudah sangat terkenal karena di Burma pengaruhnya cukup dominan.
Selain jalan darat, masuknya pengaruh India ke Burma juga melalui laut, diantaranya melalui pantai Burma yang berlangsung pada masa awal kerajaan Burma, yaitu masa Pre Pagen.
Sumber lainya yang dapat digunakan untuk mengkaji sejarah Burma kuno, khususnya yang berhubungan erat dengan masuknya pengaruh peradaban India di Burma. Antara lain berupa legenda. Cerita Jataka, kronik, arkheologi dan prasasti. Berkaitan dengan hal itu, Hall (1998:134), memaparkan bahwa legenda masuknya pengaruh kebudayaan India ke Burma pesisir melalui laut.
1.      Berdasarkan cerita Jataka daerah mendapat pengaruh tersebut dinamakan Subarnabhumi,  yang berarti negri emas.
2.      Berdasarkan kronik Burma terkenal, diceritakan, bahwadua orang bersaudara, yaitu Tapusa dan Palikat diberi delapan helai rambut dari kepala Shidarta Gautatama. Delapan rambut tersebut kemudian dibawa melalui laut kenegri emas. Kemudian disucikan dan disimpan di Pagoda Shwe Dagon di Rangun sebagai pemujaan mereka.
3.      Kronikbangsa Mon, menceritakan dua orang pendeta Buddha, yaitu Sona dan utara pada tahun 241 masehi mendapat tugas dari dewa Agama Buddha ketiga di Patali putra kenegeri Emas.
Berita China menyebutkan, bahwa pada abad VII masehi pernah terjadi penaklukan Fan Shih-man dari kerajaan Funan. Terhadap kerajaan Buddha bernama  Lin-yang. Kerajaan Lin-yang diperkirakan terletak di Burma tengah.
Berdasarkan bukti prasasti dari abad VII yang dipahatkan pada sebuah hubungan dan berupa guci dari tanah liat berasal dari Halin dan Prome diketahui, bahwa nama dinasti Wikrama yang pernah memerintah di Prome antara tahun 673-718 . Namun menurut ahli angka tahun ini meragukan. Sebab Burm itu sangat didominasi oleh pengaruh kebudayaan India.
Hal ini dapa dilihat dari adanya pengaruh agama hindu yang pertama kali masuk ke Burma, yang sebelumnya sudah didominasi oleh pengaruh kebudayaan bangsa Mon.Sedangkan pengaruh kebudayaan Mon tercermin dari kebudayaan bangsa Pyu yang mendominasi pusat kerajaan yaitu Sriksetra. Tiga orang raja dari dinasti Wikrama yang pernah memerintah di Prome adalah:
1.      Suryawikana mengangkat tahun 688
2.      Harivikrama mengangkat tahun 695, dan
3.      Sihavirkama mengangkat tahun 718.
2.4 Periode Kemurnian Bangsa Burma sampai Tahun 1287
Secara garis besar, periode kerajaan-kerajaan Burma kuna dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.      Kerajaan Pagan (kerajaannya bangsa Pyu)
2.      Kerajaan Pegu (kerajaannya bangsa Mon)
3.      Kerajaan Ava (kerajaannya bangsa Shan)
Ada beberapa sumber yang dapat digunakan untuk mengkaji berdirinya kerajaan Pagan:
1.      Berdasarkan kronik dijelaskan, bahwa pendirian kerajaan Pagan berlangsung pada abad II, berdiri hingga pemerintahan Anawrahta atau Aniruddha (1044 – 077). Selama periode Pagan ada 40 raja yang memerintah. Kronik Siam menyebutkan bahwa Anawrahta pernah menyerang Kamboja dan berhasil menduduki wilayahnya.
2.      Sumber lain menyebutkan bahwa pendirian Kerajaan Pagan terjadi pada tahun 849. Tahun tersebut didasarkan bahwa pada waktu itu terjadi migrasi dan mulainya kekuasaan bangsa-bangsa Pyu dari Sriksetra ke Pagan. Jika tahun itu benar maka dapat dipahami bahwa pada periode itu terjadi depopulasi bangsa Pyu bermigrasi dari pusat Pyu di utara menuju ke selatan yang akhirnya membentuk pusat baru di Pagan. Selain itu diperkirakan bangsa Pyu sebagai suku bangsa yang mendominasi Burma pada periode itu. Namun tidak diketemukan sumber-sumber bukti sejarah yang kredibel yang dapat digunakan untuk membuktikan peristiwa historis periode antara tahun 849 – 1044, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana hubungan antara bangsa Pyu dengan bangsa yang mendominasi Burma awal. Jika dikaitkan dengan periode awal pembentukan kerajaan-kerajaan di Burma, bahwa periode 849 – 1044 sebagai masa awal/dasar pembentukan penguasa kerajaan Pagan yang disebut sebagai Pra-Pagan.
3.      Sumber historis, yaitu sumber Cina menyebutkan bahwa Burma disebut-sebut dengan nama Mien. Sebutan ini baru muncul tahun 1173, tidak lama sebelum terjadinya penaklukan Pagan oleh bangsa Mongol. Sumber lain menjelaskan bahwa pertama kata Pagan disebutkan pada prasasti bangsa Mon. prasasti ini diperkirakan berasal sebelum tahun 1050. Berdasarkan prasasti lain diketahui bahwa sebelum tahun 1044 hanya ada seorang raja yang memerintah di Pagan, yaitu Saw-Rahan. Ia pernah berjasa mendirikan sebuah bangunan suci dibukit Turan yang terletak 8 mil dari Pagan (Sumarjono, 2006: 19).
Diketahui pula bahwa pendiri Pagan adalah Anawrahta/Aniruddha yang memerintah tahun 1044–1077. Disebut-sebut sebagai pendiri Pagan, karena secara politis Anawrahta adalah raja pertama kali yang berhasil menyatukan daerah kecil-kecil di Burma menjadi Kerajaan Pagan. Selain dianggap berhasil menyatukan kelompok-kelompok federasi penyatuan bangsa Mon. sedangkan untuk memperluas wilayah Pagan, Anawrahta mengirimkan ekspedisi untuk merebut wilayah yang dikuasai bangsa Shan, dengan maksud untuk melindungi wilayah Burma dari ancaman bangsa Shan. Anawrahta juga dikenal sebagai raja Pagan yang pernah mengirim sejumlah misi ke India dan Cina untuk memperdalam agama Budha (Sumarjono, 2006: 19-20).
Tahun 1077 Anawrahta digantikan oleh putranya, yaitu Sowlu. Pada masa pemerintahan Sowlu situasi politik di Pagan mengalami kekacauan akibat adanya pemberontakan Gubernur Pegu yang didukung oleh bangsa Mon. ia tidak mampu mengatasi persoalan dalam negri, sehingga mengakibatkan pemerintahannya jatuh. Sowlu digantikan oleh saudaranya, yaitu Kyanzittha yang memerintah tahun 1084 – 1112.Kyanzittha berhasil mengatasi berbagai pemberontakan dan persoalan dalam negeri.
Ada beberapa hal penting untuk diperhatikan dalam pemerintahan Kyanzittha yang mendukung keberhasilannya dalam mengatasi permasalahan dalam negeri, antara lain:
1.      Pada masa pemerintahan ayahnya, Kyanzittha disuruh tinggal dan bergaul di lingkungan bangsa Mon, sehingga pada saat ia memerintah tidak banyak terjadi kekacauan yang ditimbulkan oleh bangsa Mon, bahkan mendapat simpati dan dukungan dari bangsa Mon.
2.      Dalam bidang politik, Kyanzittha mengadakan hubungan diplomatic secara baik dengan Cina. Ia pernah dua kali mengirimkan duta ke Cina yaitu pada tahun 1103 dan 1106. Mengadakan persahabatan dan perdamaian dengan negara-negara tetangganya, misalnya dengan Kamboja, serta mengadakan aliansi dan perkawinan politik, yaitu putra Kyanzittha dengan seorang pangeran bangsa Mon.
3.      Masalah keagamaan dan kebudayaan. Sebagai raja penganut agama Budha Hinayana yang taat, Kyanzittha terkenal sebagai raja Pagan pertama yang banyak memperhatikan masalah keagamaan. Banyak dharma yang dikeluarkan untuk kebaikan dan pembangunan tempat suci. Perhatian Kyanzittha terhadap bidang kebudayaan bangsa Mon sangat besar, maka kultur kerajaan Pagan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa Pagan.
Kebesaran sejarah pemerintahan Kyanzittha tercatat dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan oleh cucu sekaligus penggantinya, yaitu Alaungsithu yang memerintah 1112 – 1167. Prasasti yang dimaksud adalah sebuah prasasti yang berasal dari tahun 1113 yang terdapat di Pagoda Myazedi, di selatan Rangon, yang baru diketemukan tahun 1911. Prasasti tersebut terkenal sebagai Batu Roseta dari Burma.Prasasti ini memiliki keistimewaan, yaitu memiliki empat sisi, yang masing-masing sisinya ditulis dalam bahasa yang berbeda. Keempat sisinya ditulis secara berturut-turut sbb:
1.      Sisi I ditulis dengan bahasa Pyu
2.      Sisi II ditulis dengan bahasa Mon
3.      Sisi III ditulis dengan bahasa Burma
4.      Sisi IV ditulis dengan bahasa Pali
Alaungsithu merupakan raja terlama (55 tahun) memerintah dalam periode sejarah Pagan. Masa pemerintahannya tercermin dua gambaran sejarah yang penting dan kontras., yaitu masa damai yang penuh dengan karya budaya dan masa kacau sehingga mengakibatkan kematiannya. Ia sangat tertarik pada bahasa Burma dan kebudayaan Mon. Ia juga sebagai penagnut Budha Terawhada yang taat. Sejak masa pemerintahannya itulah agama Budha sangat berpengaruh dihampir seluruh Burma. Oleh karena itulah maka pada masa pemerintahannya kebudayaan dan sastra Burma berkembang dengan pesat (Sumarjono, 2006: 20).
Pada masa pemerintahan Alaungsithu kerajaan Pagan menunjukkan masa ketenangan, tidak ada pemberontakan. Awal pemerintahannya memang merupakan saat mengatasi kekacauan akibat pemberontakan. Namun setelah Alaungsithu berhasil mengatasi kekacauan dan pemberontakan tersebut, kemudian masuklah masa yang damai. Factor-faktor yang mendukung timbulnya masa tenang antara lain karena Alaungsithu mampu mengontrol daerah wilayah kekuasaannya. Ia banyak memperhatikan sosial budaya Mon, dan juga berkat usahanya mengadakan hubungan persahabatan dengan Cina (Sumarjomo, 2006: 21).
Akhir pemerintahan Alaungsithu dikacaukan dengan adanya beberapa pemberontakan penguasa daerah fasal yaitu di daerah Tenasserim dan Arakan.Pemberontakan yang dilakukan raja Arakan bernama Narathu, sekaligus sebagai pengganti Alaungsithu. Masa pemerintahan Narathu sangat singkat tahun 1167 – 1170 karena banyak kekacauan.Ia sendiri terbunuh pada saat terjadi pemberontakan di istana. Penggantinya adalah putranya Naratheinka, yang juga mati terbunuh dalam peristiwa pemberontakan tahun 1173, kemudian digantikan adiknya yaitu Narapatisithu yang memerintah tahun 1173 – 1210.Narapatisithu bisa mengatasi kekacauan akibat pemberontakan, serta berhasil menciptakan perdamaian dan membangun Burma kembali (Sumarjomo, 2006: 21).
Pengganti Narapatisithu adalah putranya yang bernama Nantaungmya (1210 – 1234) yang lebih dikenal dengan samara “Htilominlo”, “doa yang dinobatkan sebagai raja ddengan paying”, suatu kepercayaan bahwa paying kerajaan secara ajaib menandakan beliau sebagai pewaris tahta yang berhak, seorang yang terakhir sebagai pendiri candi-candi besar. Beliau diikuti oleh dua orang yang tidak begitu penting, yaitu Kyaswa (1234 – 1250) dan Uzana (1250 – 1254).Dinasti ini mulai memperlihatkan tanda-tanda kelemahannya.Tetapi politik bodoh Narathihapate (1254 – 1287) itulah yang membawa kehancuran.
Pada masa pemerintahan raja Narathihapate (1256-1267), Pagan mulai runtuh.Hal ini disebabkan oleh invasi tentara Mongol Kublai Khan, yyang terjadi antara tahun 1271-1287. Pada tahun 1287 Pagan diduduki, sedangkan raja pagan yang memerintah saat itu dijadikan sebagai Vassal Cina.Raja yang memerintah saat itu adalah Kyawswa (1287-1299). Sehingga runtuhnya kerajaan Pagan ini dipergunakan oleh kerajaan-kerajaan Ta’I Shan untuk menguasai wilayah Pagan, menggantika kedudukan kerajaan Pagan. Di sebelah selatan, bangsa Mon juga mengambil kesempatan untuk merebut kembali kemerdekaannya.
Kerajaan Pagan mengalami kemunduran karena semakin banyak wilayah dan sumber daya alam yang jatuh ke tangan sangha (kependetaan) yang kuat dan ancaman Mongol dari utara. Penguasa Pagan terakhir, Narathihapate (berkuasa 1254-1287) merasa percaya diri dalam kemampuannya melawan Mongol dan bergerak ke Yunnan pada 1277 untuk berperang melawan mereka. Tentaranya dihancurkan pada Pertempuran Ngasaunggyan, dan perlawanan Pagan berhasil dipadamkan. Raja dibunuh oleh anaknya sendiri tahun 1287, mempercepat serangan Mongol dalam Pertempuran Pagan.Mongol berhasil merebut hampir seluruh kekaisaran, termasuk ibukotanya, dan Pagan tidak pernah berhasil memulihkan posisi dominannya. Dinasti Pagan berakhir pada tahun 1289 ketika Mongol memasang pemimpin boneka di Myanmar.
Serangan-serangan Mongol pada Burma memberikan kesempatan pada Shan untuk memainkan peranan penting di negeri tersebut. Cerita orang-orang Shan masuk ke dataran tinggi Burma tidaklah jelas. Dalam babad-babad diceritakan pada tahun 1260, seorang kepala suku Shan dari bukit-bukit mencari perlindungan dan mengirim tiga orang anaknya untuk dididik di istana Narathihapate.
Pada tahun 1287 Pagan diserang mongol (Kubhilai Khan) karena tuntutan kerajaan Mongol agar Pagan membayar upeti ditolaknya, (1271). Kejadian ini terjadi pada masa pemrintahan Narathihapate (1256-1287). Utusan Cina dibunuhnya.Kerajaan kecil diperbatsan timur laut Pagan yang tunduk kepada Mongol diserangnya. Pada tahun 1277 raja muda Yunnan, yang tunduk kepada Mongol menyerang Pagan.Pada tahun 1283 raja melarikan diri dari ibukota tetapi kemudian du\ibunuh oleh salah seorang putranya. Pada tahun 1282kerajaan Pgan ini dihancurkan oleh Mongol. Keruntuhan kerajaan Pagan ini digunakan oleh salah satu cabang bangsa Thai, yaitu bangsa Shan untuk menguasai daerah-daerah Myanmar sebelah timur, mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan kecil; pemukinman mereka kemudian menyebar ke daerah-daerah utara Birma, Annam. Raja terakhir Pagan, Kyawsa, terbunuh oleh bangsa Shan pada tahun 1299.
Dua tahun kemudian propinsi Mien chung lenyap. Merupakan hal yang sangat sulit untuk mempertahankan propinsi tersebut karena membutuhkan biaya yang tinggi dan sulit untuk mempertahankannya. Mundurnya mongol merupakan kemengangan Shan dan sejak itu mereka selalu mundur berhadapan dengan Shan. Tetapi Myingsaing terlalu jauh dari Irrawaddhy untuk dijadikan ibukota kerajaan dataran tinggi Burma.Ava, tempat yang jelas dengan beberapa alasan. Akhirnya tahun 1312 thihattura satu-satunya yang masih hidup dari shan bersaudara itu menjadikan ibu kotanya dekat Pinya.
2.5 Periode Zaman Modern sekitar tahun 1300-1600 (Mengatasi Perpecahan kekuasaan di wilayah Burma hingga terbentuknya negara Nasional)
Runtuhnya Kekaisaran Pagan pada akhir abad ke-13 dan awal abad ke-14 mengakibatkan perpecahan persatuan kuno Burma, hingga mulai bermunculannya kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan pertama muncul di bukit-bukit timur laur bekas ibukota yang dihuni Suku Shan. Suku Shan adalah sekelompok etnis yang merupakan bagian dari kelompok Thai yang selama beberapa abad terakhir telah bermigrasi ke daratan dari tanah airnya yang terletak di daerah perbatasan China-Vietnam modern. Kerajaan kedua yang muncul adalah kerajaan Ava pada tahun 1364-1365 yang hampir bersamaan dengan kedatangan Suku Shan. Kerajaan Ava banyak melanjutkan tradisi kerajaan pendahulunya, Kerajaan Pagan memalui garis keturunan tiga bersaudara kerajaan.
Hubungan yang kurang baik terjadi antara Kerajaan Ava dengan kerajaan tetanggannya, Shan. Pertikaian yang sering terjadi antara kedua kerajaan ini memperparah keretakan politik di Burma Atas. Pada waktu yang sama, tradisi kesusestraan Burma, pola-pola donasi di sektor keagamaan yang sengaja diteladankan dan jaringan perdagangan menjadi penghubunga antara daerah pegunungan dengan daratan rendah. Dengan hal ini, terbukti bahwa keberadaan Kerajaan Ava di Burma Atas menjadi faktor penyetabil signifikan.
Kerajaan kecil ketiga yang muncul berada di zona barat Arakan. Kerajaan Ava mengakui bahwa kerajaan dipusat Mrauk-U ini sebagai kerajaan independen dan bukan merupakan kerajaan vasal dari Kerajaan Burma Atas. Dan kerajaan kecil yang terakhir adalah kerajaan Ramanna yang berhasil menghindar dari serangan suku Shan dan diuntungkan berkat kedekatannya dengan perdagangan maritim yang semakin berkembang.
Dari keempat kerajaan kecil yang muncul setelah berakhirnya kekuasaan Kerajaan Pagan, yang memiliki perkembangan pesat adalah Arakan dari sektor jalur ekonomi dan politik yang paling sesuai dengan dinamika perniagaan Teluk Benggala serta afiliasi perdagangan Islam. Walaupun dalam hal bahasa dan tradisi budaya Arakan serupa dengan Burma Atas, Arakan banyak mengadopsi berbagai model ajaran Buddha dan Islam modern untuk memenuhi kebutuhannya.
Raja-raja Arakan banyak yang menggunakan gaya pemerintahan Islam untuk memperluas pengaruh regionalnya sepanjang tahun 1430-1450an, disamping itu Arakan juga menjadi pelindung vihara-vihara Buddha yang berdiri. Dilihat dari posisinya yang terpinggirkan, pusat Arakan, Mrauk-U terbilang agresif terhadap kerajaan-kerajaan pesaaingnya. Arakan berhasil menaklukkan Prome di timur lalu Chittagong yang merupakan pelabuhan utama Benggala Timur, hingga wilayah barat pada pertengahan tahun 1500an.
Keberhasilan Arakan dalam berbagai sektor membuktikan bahwa letak geografis yang kurang menguntungkan tidak membuat Arakan mengisolasi diri dari berbagai macam proses dan pola yang menjadi ciri khas kawasan Sungai Irrawaddy yang lebih besar. Arakan menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan yang baru tumbuh dan mengadopsi model politik dan budaya yang mirip dengan Burma Atas dan Burma Bawah, bahkan diwaktu yang sama juga menyesuaikan diri dengan ritme India Islam.
Kemunculan Shan memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi kehidupan perekonomian daerah perdalaman Burma Bawah yang lebih dekat dengan pesisir. Serangan yang dilakukan Shan ke daratan rendah Burma Atas mengacaukan jaringan perdagangan yang ada dan mendorong mingrasi ke selatan. Shan mengtungkan kerajaan-kerajaan kaya baru (parvenu) di selatan yang masih sangat membutuhkan tenaga petani dan pedagang. Arus pendatang ke Burma bawah membawa dampak positif, dilihat dari budidaya lahan baru yang meningkat dari sekitar 120.000 hektare pada tahun 1350an menjadi hampir 400.000 hektare di tahun 1500an. Bersamaan dengan meningkatnya budidaya padi, katun pun menjadi dilirik sebagai tanaman alternatif di lahan-lahan kering dimana hal tersebut membekali masyarakat Burma Bawah dengan komoditas yang pada akhirnya akan dibawa ke arah utara, China dan Yunnan.
Jika pada periode antara pertengahan abad ke-14 hingga pertengahan abad ke-15 adalah masa perpecahan sejumlah kelompok yang tinggal di sepanjang lembah Sungai Irrawaddy, akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 menjadi saksi persatuan dan integrasi intensif, seiring dengan keseriusan pusat politik yang bergeser ke arah selatan menuju Tougoo. Toungoo benar-benar menjadi pewaris wasiat penyatuan kembali Burma yang sebelumnya ditinggalkan Pagan. Negeri ini didominasi etnis Burma yang telah menyambut baik orang-orang yang bermigrasi ke selatan, menjauh dari ketidakstabilan yang disebabkan serangan Shan di Burma Atas dan mencari kesempatan ekonomi di Burma Bawah. Kepemimpinan karismatik sepertinya juga menjadi ciri khas Toungoo, kerajaan ini menandai perluasan wilayahnya pada tahun 1350an dengan menyerang Kyaukse yang merupakan sumber pangan Burma Atas yang sesungguhnya diarahkan pada Kerajaan Ava di utara yang jauh lebih lemah.
Pada akhir abad ke-15 Toungoo di bawah pemerintahan Mingyinyo (1486-1531) melancarkan ekspansi agresif melalui peperangan yang berlanjut hingga abad ke-16. Seperti raja-raja Pagan sebelumnya, Mingyinyo menggunakan sumber daya negara untuk mereklamasi lahan baru dan memperbaiki jaringan irigasi. Dalam persaingan langsung dengan Kerajaan Ava di Burma Atas, raja mendirikan pusat-pusat percontohan baru pada tahun 1491 dan sekali lagi pada tahun 1510. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan politik, budaya dan ekonomi memang sengaja diarahkan ke Toungoo.
Kebijakan ekspansi yang ditetapkan Mingyinyo dilanjutkan oleh sang putra sekaligus penerusnya yang bernama Tabinshweihti (1531-1550) yang berkonsentrasi untuk memperkuat basis kekuasaan Toungoo di Burma Bawah. Tabinshweihti akhirnya merebut kota pelabuhan Mon yang penting yaitu Pegu pada tahun 1539 dengan bantuan para tentara bayaran muslim dan secara formal menjadikannya ibukota dinasti baru Toungoo.
Pada tahun 1531, pada masa raja Tabinswethi kerajaan tounggoo berhasil meluaskan daerah kekuasaaanya ke seluruh Myanmar Tabinswenthi mendapat julukan Raja Myanmar. Mon dapat didudukinya, selanjutnya bergerak ke selatan, Pagan dapat dikuasainya. Penerus Tabinshweihti adalah Bayinnaung (1551-1581) berhasil memperluas ekspansi ke wilayah Toungoo melibihi aksi sebelumnya. Bayinnaung berhasil menyatukan Burma Atas dan Burma Bawah untuk pertama kalinya sejak masa pemerintahan Pagan.
Bayinnaung menyatakan dirinya sebagai penakluk universal (Cakkavartin) Buddha, ia membangkitkan kembali gaya pemerintahan yang diperkenalkan Raja India, Asoka dan ditiru para penguasa Pagan, Anawratha dan Kyanzitta. Ekspansinya ke utara membuat Burma Atas yang pemerintahannya masih dibawah kekuasaan Kerajaan Ava, sebagian Manipur dan seluruh wilayah Kerajaan Shan menjadi koloni Kerajaan Pegu baru. Keberhasilan itu, memperkuat norma budaya, bahasa, dan ortodoksi Buddha yang nantinya akan terkait erat dengan gagasan identitas kolektif orang Burma. Mulusnya akses bagi Pegu baru untuk mencampuri pemasukan maritim dengan melalui pajak, monopoli dan bea cukai, pemerintahan Ava dan Shan yang tergolong lemah dan penggabungan tenaga baru ke dalam militer, membuat Bayinnaung mampu menaklukkan Ayyutthaya, ibukota Siam pada tahun 1569 termasuk memperluas kekuasaannya hingga Lanna dan Lan Sang.
Keberadaan orang Siam yang berada dibawah perlindungannya hingga mereka mampu untuk memerdekakan diri, mengukuhkan Bayinnaung sebagai Raja di salah satu wilayah teritorial terluas di Asia Tenggara yang membentang darri Arakan hingga perbatasan Kamboja dan dari utara Burma Bawah hingga wilayah pinggiran Yunnan.
Kematian Bayinnaung pada tahun 1581 memperburuk situasi, dimana timbul persaingan dan perebutan tahta untuk menggantikannya. Kondisi yang demikian mengakibatkan wilayah-wilayah koloni melepaskan diri dari Burma dan mengalihkan kesetiannya pada pemerintahan Thai yang terus menerus dilakukan Burma mengakibatkan menyusutnya sumber daya alam dan sumber daya lainnya, menambah beban komunitas yang tinggal di lembah Irrawaddy yang kemudian melarikan diri ke vihara dan kerajaan-kerajaan lain untuk mencari perlindungan sekaligus menghindari pajak. Lalu pemberontakan yang terjadi dari Toungoo dan Arakan untuk menyerang ibukota juga menyebabkan melemahnya kekuasaan kerajaan.
Walaupun pembelotan merupakan faktor langsung kemunduran dari Pegu baru, faktor dari dalam Pegu baru sendiri juga menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya. Wilayahnya yang terlalu luas ditambah pola otonomi daerah yang bertahan lama, perubahan iklim serta pergeseran perdagangan maritim, seluruhnya memberi kontribusi pada disintegrasi imperium Burma Bawah yang memiliki wilayah teritorial kerajaan yang luas.
Kemunduran Pegu Baru, menimbulkan muncul kembalinya kerajaan Ava sebagai pusat kekuasaan pada tahun 1630an hingga 1650an. Kemunculan kerajaan Ava pada waktu itu, sebagai tempat pelarian cabang orang-orang Toungoo yang sudah runtuh. Di kerajaan Ava baru itu mengukuhkan kembali pengaruhnya serta pengembangan pola-pola institusional dan budaya yang sebelumnya ada. Burma Atas memiliki posisi strategis dan menjadi lokasi untuk ibukota-ibukota baru, baik dalam konteks prakolonial maupun pascakolonial. Pengaruh yang lainnya adalah budaya: vihara, pusat-pusat keagamaan, pusat kesusastraan, dan tradisi kerajinan tangan serta pusat perekonomian yang paling signifikan terdapat di wilayah tersebut. Di Ava baru ini, sebagian besar gaya hidup dan inovasi Pegu yang konsmopolit dipulihkan, dipadupadankan dengan kultur agraris Burma Atas yang lebih lama bertahan.
Para pemimpin Ava lebih realistis dalam membuat konsep kerajaan bersatu di sepanjang lembah Sungai Irrawaddy daripada merambah ke daerah-daerah yang kemungkinan tidak dapat mereka kelola. Suku Shan juga relatif lebih lemah setelah ditaklukkan Bayinnaung, ditambah tekanan dari China yang dapat membuat status mereka kian termarjinalisasi. Burma Atas juga menikmati sumber daya manusia yang lebih unggul dengan populasi yang besar dan relatif stabil. Pada sektor keagamaan yang sebelumnya menguras sumber daya negara terus dipertahankan melalui sumbangan uang tunai dan bukan pemberian tanah bebas pajak, sementara lembaga-lembaga pemerintahan baru sengaja dibentuk untuk mengelola dan mengendalikan kekayaan keagamaan yang secara efektif mengurangi kekuatan ekonomi para Sangha Buddha.
Kebangkitan kembali Burma Atas ditandai oleh sebuah upaya untuk mengelola sumber daya negara secara lebih efektif, belajar dari pengalaman Kerajaan Pagan dan Pegu sebelumnya. Dengan banyak didirikannya garnisun dan benteng (taik) digunakan untuk menghubungkan titik-titik strategis kerajaan. Dengan cara demikian, beberapa pusat provinsi baru didirikan untuk memfasilitasi hubungan patronasi yang lebih dekat sambil mengurangi masalah transisi kekuasaan yang selalu muncul.
Administrasi kerajaan yang  juga semakin kompleks dalam upaya penyelesaikan bidang hukum dan fiskal. Pada tahun 1635 Raja Thalun (1628-1648) mengadakan sensus yang mencatat hak-hak para elit pemilik tanah, angka populasi, serta kewajiban pajak dan jasa untuk distrik-distrik dataran rendah di seantero wilayah kerajaan. Kesepakatan pajak dan patronasi baru di tingkat desa dinegosasikan dengan ibukota. Pada tahun 1650, Kerajaan Ava baru ini berhasil mengelola lebih dari 40% populasi dalam radius 200 kilometer yang berlatarbelakang abdi kerajaan (ahmudan). Program irigasi dan budidaya lahan pun diperluas dengan menggunakan tenaga baru, dimana dukungan dari pemerintah juga ikut meningkat.
Keberhasilan Kerajaan Ava dalam meningkatkan berbagai sektor di wilayah Burma membuktikan bahwa Kerajaan ini berhasil menyatukan dan membentuk negara Burma menjadi kesatuan yang utuh. Meskipun negara Burma ini merupakan negara dengan tipe agragris, pendapatan di sektor maritim lewat patronasi para pedagan, meningkatkan pengawasa terhadap bea-bea pabean dan pengawasan otoritas pelabuhan yang lebih besar. Semua kebijakan tersebut meningkatkan seluruh kontrol sumber daya manusia dan produksi ekonomi di kerajaan.
Bersamaan denngan itu bangsa Barat mulai masuk di kawasan ini.Bangsa Portugis mempunyai kedudukan di Arakan. Mereka berkesempatan melusakan pengaruh kekuasaaannya di bidang perdagangan antara pesisir Myanmar sampai Siam, kepalanya adalah Phillip de Britto.
2.6       Burma pada Zaman Pengaruh Islam
Sejarah awal agama Islam pertama kali tiba di Burma tahun 1055. Para mulanya saudagar Arab yang beragama Islam mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin. Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.Populasi umat Islam yang ada di Burma saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki, Moor, Pakistan dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Burma  juga menganut agama Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan.
Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara.Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma. Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina. Koloni muslim Persia di Myanmar ini tercatat di buku Chronicles of China di 860. Umat muslim asli Myanmar disebut Pathi dan muslim Cina disebut Panthay. Konon, nama Panthay berasal dari kata Parsi. Kemudian, komunitas muslim bertambah di daerah Pegu, Tenasserim, dan Pathein. Tapi komunitas muslim ini mulai berkurang seiring dengan bertambahnya populasi asli Myanmar. Pada abad ke-19, daerah Pathein dikuasai oleh tiga raja muslim India. Pada zaman Raja Bagan yaitu Narathihpate (1255-1286), pasukan muslim Tatar pimpinan Kublai Khan dan menguasai Nga Saung Chan. Kemudian, pasukan Kublai Khan ini menyerang daerah Kerajaan Bagan. Selama peperangan ini, Kolonel Nasrudin juga menguasai daerah Bamau.
Generasi awal Muslim yang datang ke delta Sungai Ayeyarwady Burma, yang terletak di pantai Tanintharyi dan di Rakhine bermula pada abad ke 9, sebelum pendirian imperium pertama Burma pada tahun 1055 AD oleh Raja Anawrahta dari Bagan. Keberadaan orang-orang Islam dan da'wah Islam pertama ini didokumentasikan oleh para petualang Arab, Persia, Eropa, dan Cina abad ke 9. Orang-orang Islam Burma merupakan keturunan dari orang-orang Islam yang menetap dan kemudian menikahi orang-orang dari etnis Burma setempat. Orang-orang Islam yang tiba di Burma umumnya sebagai pedagang yang kemudian menetap, anggota militer, tawanan perang, pengungsi, dan korban perbudakan. Bagaimanapun juga , ada diantara mereka yang mendapat posisi terhormat sebagai penasehat raja, pegawai kerajaan, penguasa pelabuhan, kepala daerah, dan ahli pengobatan tradisional.
Muslim Persia tiba di utara Burma yang berbatasan dengan wilayah Cina Yunnan sebagaimana tercatat pada Chronicles of China pada tahun 860 AD. Orang-orang Islam Burma kadang-kadang di sebut Pathi, sebuah nama yang dipercayai berasal dari Persia. Banyak perkampungan di utara Burma dekat dengan Thailand tercatat sebagai penduduk Muslim, dengan jumlah orang-orang Islam yang sering melebihi penduduk lokal Burma. Dalam sebuah catatan, Pathein dikatakan mendiami Pathis, dan pernah dipimpin oleh Raja India Muslim pada abad ke 13. Para pedagang Arab juga tiba di Martaban, Margue, dan ada pula perkampungan Arab di kepulauan Meik.
Selama pemerintahan Raja Bagan Narathihapate (1255-1286), pada masa perang pertama orang Cina dan Burma, Muslim Tartar Kublai Khan menyerang Kerajaan Kafir dan menduduki wilayah hingga ke Nga Saung Chan. Pada tahun 1283, Kolonel Nasruddin dari Turki menduduki wilayah hingga ke Barnaw (Kaungsin). Orang Turki (Tarek) disebut Mongol, Manchuria, Mahamaden atau Panthays.
Pada akhirnya Islam di Myanmar termasuk dalam agama minoritas, dengan presentase sekitar 4% dari jumlah penduduk di seluruh Myanmar.Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang bermigrasi ke Myanmar. Tapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941.
Orang-orang muslim yang datang dan ada juga yang menetap di Burma, selain itu sebagian dari mereka melakukan perjalanan dagang ke wilayah Asia Tenggara lainnya. Sehingga mereak kaum muslim pada akhirnya menyebarkan ajaran yang di bawanya. Ini diantaranya asal mula yang dilakukan kaum Muslim sampai datang di Burma :
a)      Pelaut dan Pedagang Muslim
Bermula dari abad ke 7, para pedagang Arab datang dari Madagaskar melakukan perjalanan ke Cina melalui kepulauan India Timur, berhenti di Thaton dan Martaban.Orang laut Bago, mungkin menjadi Muslim, juga tercatat oleh para sejarawan Arab abad ke 10. Mengikuti perjalanan ini, pelaut dan tentara Muslim Burma dilaporkan telah melakukan perjalanan ke Melaka selama pemerintahan Sultan Parameswara pada abad ke 15. Dari abad ke 15 hingga 17, ada beberapa catatan dari para pelaut, pedagang, dan penduduk Muslim Burma tentang seluruh pesisir Burma : pantai Arakan, (Rakhine), delta Ayeyarwady dan pantai dan kepulauan Tanintharyi. Pada abad ke 17, Muslim menguasai perdagangan dan menjadi kuat. Mereka diangkat menjadi Gubernur Mergui, Raja Muda Propinsi Tenasserim, Penguasa Pelabuhan, Gubernur Pelabuhan dan Shahbandar (para pegawai pelabuhan senior)
b)      Para Tawanan Perang Muslim
Burma memiliki sejarah panjang tentang pendudukan oleh para tawanan perang Muslim. Pada tahun 1613, Raja Anaukpetlun menangkap Thanlyin atau Syriam. Para prajurit upahan Muslim India di tangkap dan kemudian menetap di Myedu, Sagaing, Yamethin dan Kyaukse, wilayah utara Shwebo. Raja Sane (Say Nay Min Gyi) membawa beberapa ribu tawanan perang Muslim dari Sandoway dan menetap di Myedu pada tahun 1707 AD. Tiga ribuan Muslim dari Arakan menjadi pengungsi dibawah Raja Sane pada tahun 1698-1714. Mereka terbagi dan bertempat tinggal di Taungoo, Yamethin, Nyaung Yan, Yin Taw, Meiktila, Pin Tale, Tabet Swe, Bawdi, Syi Tha, Syi Puttra, Myae Du dan Depayin. Dekrit Raja ini telah disalin dari Perpustakaan kerajaan di Amarapura pada tahun 1801 oleh Kyauk Ta Lone Bo. Pada pertengahan abad 18, Raja Alaungpaya menyerang Assam dan Manipur India, kemudian membawa banyak orang Islam untuk menetap di Burma. Orang-orang Islam inilah yang kemudian berasimilasi untuk membentuk cikal bakal Muslim Burma. Selama kekuasaan raja Bagyidaw (1819-1837), Maha Bandula menyerang Assam dan membawa kembali 40.000 tawanan perang, kebanyakan dari mereka adalah kaum Muslimin.



BAB III SIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa negara Myanmar (Burma) merupakan salah satu negara yang terletak di wilayah Asia Tenggara. Ibu kota negara Myanmar berada di Yangon (Rangoon). Sejarah awal bangsa Burma modern didominasi oleh keturunan suku bangsa Pyu dan suku bangsa Tibeto (suku tertua) dalam perkembangan berikutnya juga bergabung dengan suku bangsa Pyu.
Ada kurang lebih 9 karajaanyang pernah ada di Burma tahun 107 – 1885.Pada periode supremasi budaya bangsa Mon ini merupakan peneranpan bagaimana kebudayaan bangsa Mon itu dapat unggul dalam sejarah Bangsa Burma.Sejarah awal agama Islam pertama kali tiba di Burma tahun 1055. Para mulanya saudagar Arab yang beragama Islam mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, dan Daerah Rakhin. Sebagian besar Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjelajah, pelaut, saudagar dan tentara. Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma.
Secara garis besar, periode kerajaan-kerajaan Burma kuna dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu Kerajaan Pagan, Kerajaan Pegu, dan Kerajaan Ava. Kerajaan-kerajaan inilah yang menjadi awal permulaan berdirinya Burma.Namun, setelah runtuhnya Kekaisaran Pagan pada akhir abad ke-13 dan awal abad ke-14 mengakibatkan perpecahan persatuan kuno Burma, hingga mulai bermunculannya kerajaan-kerajaan baru.Bersamaan dengan itulah bangsa Barat mulai masuk di kawasan Burma. Bangsa barat seperti Portugis pun mempunyai kedudukan di Arakan.


DAFTAR PUSTAKA
Hall, D.G.E. Sejarah Asia Tenggara I (Terj. I.P. Soewarsha). Surabaya: Usaha
            Nasional, 1988.
Rickles. M.C. dkk, Sejarah Asia Tenggara (Dari Masa Prasejarah sampai
            Kontemporer), Jakarta: Komunitas Bambu, 2013.
Sumarjono. 2006. “Sejarah Asia Tenggara I”. Tidak Diterbitkan. Jember: draf. FKIP Universitas Jember.
http://de_rans/sejarah/Burma_Myanmar. [diakses pada tanggal 12 Oktober 2015].




[1] Supremasi yang dimaksud ini merupakan berkembang pesatnya kebudayaan bangsa Mon dan mendominasi kebudayaan yang ada.

0 komentar :

Posting Komentar